Thursday, February 18, 2016

Kisah Si Meishia (Aku Memang Cina, Tapi Aku Orang Indonesia)

(1)
Lahir di keteduhan tebing Sumatra
Nenek moyang perantauan dari dataran Cina
Dinaungi shio Naga
Si mungil bernama Meishia
Kulitnya pucat, bersemu merah muda
Tak diragukan lagi kelembutan rupanya

Di usia yang ketiga,
Meishia ikut orang tua nya
Mengadu nasib di ibukota
Megah dan indah
Namun tak begitu ramah
Bagi pendatang seperti mereka


(2)
Memasuki usia enam
Meishia menginjak bangku sekolah
Jenjang pendidikan pertama
Yang seharusnya memiliki kenangan indah

Meishia bersahabat dengan Kinah
Anak tetangga sebelah rumah
Yang berkerudung dan sangat ramah

Kinah suka bercerita
Bukan dongeng tentang wayang
Seperti yang sering diceritakan Mama
Tapi tentang keluarga
Adat istiadatnya
Juga agama dan kepercayaannya
Meishia senang sekali mendengarnya
Tentang cara Kinah berdoa
Memuja Allahnya

Lucu ya, kata Meishia
Aku berdoa, di Wihara
Pada Sang Buddha
Yang Maha Baik hatiNya
Penuh kasih dan penuh cinta
Kamu berdoa, di Musholla
Bicara pada Allah, Yang Maha Menjaga
Dan Maha Tau segalanya

Tidak ada yang salah, kata mereka
Kami  memang tak sama
Lalu kenapa?
Bukan berarti kami tak bisa bersahabat dan bercengkrama


(3)
Suatu hari, di pertengahan bulan delapan
Indonesia merayakan hari kemerdekaan
Sekolah ikut merayakan
Meishia terpilih menjadi pembawa bendera
Merah dan putih warnanya
Bukan main bangganya

Sekumpulan anak kelas tiga menggoda Meishia
Cina! Cina! kata mereka
Tak pantas memegang bendera!
Itu bendera Indonesia, bukan bendera Cina!

Meishia tertegun bingung
Kenapa mereka panggil aku Cina?
Kenapa aku tak boleh memegang bendera?

“Kenapa aku dipanggil Cina, Mama?”
Mama tak langsung menjawab
Dibelainya helai rambut gadis kecilnya
Ada apa di sekolah?
Mama bertanya
Dengan sedikit prasangka
Seolah sudah bisa menerka

Teman-teman panggil aku Cina
Tak boleh memegang bendera
Meishia kecil bercerita
Kenapa, Ma?
Kenapa tak boleh memegang bendera?
Bukannya itu bendera negara kita?
Hari itu, tak ada jawab yang cukup untuk Meishia


(4)
Di tahun berikutnya….
Ulangan Bahasa Indonesia
Meishia mendapat nilai lima
Memang tak belajar seperti yang lainnya
Bukan karena tak suka
Tapi Papa Mama sedang keluar kota
Dan sebagai anak tertua
Meishia harus menjaga adiknya
Ailing, yang terpaut empat tahun darinya

Malam itu agak berbeda
Ailing luar biasa nakal
Mungkin karena tak biasa ditinggal
Ia menangis hampir semalaman
Membuat Meishia lelah sekaligus gusar
Akibatnya, tak ada satupun pelajaran yang masuk ke otaknya
Padahal besok ulangan, tak bisa ditunda
Yah, Meishia pasrah saja
Menatap nilai lima nya

Mentang-mentang orang Cina…
Begitu kata sang guru Bahasa

Cina lagi, Cina lagi
Meishia semakin gusar bertanya
Kenapa dengan Cina?

Separuh kelas dapat nilai lima
Tapi kenapa cuma aku yang dibilang Cina?

“Memangnya kita orang Cina, Mama?”
Meishia bertanya
Bukannya kita orang Indonesia?
Mama hanya tersenyum
Tak kuasa menjawab
Hanya matanya yang bicara
Lalu membelai kepala Meishia


(5)
Sipit itu apa?
Suatu siang Meishia bertanya
Pada Kinah, sahabat masa kecilnya
Setauku, sipit itu ukuran mata
Sipit itu untuk mata?
Iya, kata Kinah

Sejak itu, Meishia jadi rajin berkaca
Memperhatikan bentuk matanya
Memang, matanya berbeda
Dari teman-temannya

Aksara, matanya besar dan indah
Dinaungi rambut lembut lentik di atasnya
Duma juga
Walau ditutupi kacamata
Kinah pun sama
Kenapa mataku berbeda?
Tipis dan menyudut di ujungnya?
Tak besar seperti mereka?

“Mama, kenapa aku berbeda?”
Mama menatap gadis manis berkuncir kuda
Yang matanya penuh tanya
Berbeda dari siapa?
Yang lainnya. Mataku Ma, berbeda
Deg! Jantung Mama berdegup kencang
Apa bedanya?
Teman-teman matanya besar dan indah
Tapi mataku beda
Tak sebesar mereka

Ciciu, bentuk mata itu bukan apa-apa
Kata Mama
Mencoba menenangkan Meishia
Sipit atau besar mata
Hanya bentuk fisik saja
Selama hatimu disini berada
Kamu orang Indonesia


(6)
Meishia beranjak dewasa
Karena nilai selalu di atas rata-rata
Ia berhasil masuk ke sekolah menengah unggulan di ibukota
Dengan hanya bayar setengahnya saja

Senangnya Meishia
Bisa membuat bangga Papa dan Mama
Karena kuliah bukan hal yang mudah buat mereka
Secara kebutuhan hidup yang terus melonjak seenaknya
Sementara toko kelontong Papa
Hanya bisa menabung sedikit-sedikit setiap harinya


(7)
Di hari pengumuman
Meishia memekik kegirangan
Bukan hanya karena lulus ujian
Tapi karena terpilih menerima beasiswa
Untuk kuliah gratis di negeri tetangga

Meninggalkan Papa Mama dan adiknya
Bukan hal yang biasa
Namun demi tingginya cita-cita
Meishia berangkat dengan semangat menyala


(8)
Meishia berangkat ke Singapura
Negara tetangga yang diidamkan hampir setengah kawan sekolahnya
Kenapa ya, mereka lebih tertarik kemana-mana
Daripada belajar di Indonesia?
Padahal itu tanah air kita

Kalau Meishia sudah jelas sebabnya
Karena biaya kuliah yang begitu tingginya
Sementara yang menyediakan beasiswa
Untuk jurusan yang diinginkannya
Hanya kampus di negeri singa

Ingatannya pun berkelana
Di masa-masa awal sekolah di Jakarta
Ketika suka dipanggil “Cina”
Ketika mengurus kartu identitas
Ketika membuat passport dan berkas-berkas lainnya
Semua dibuat beda
Sepercik harap meletup di hati
Semoga di negara ini
Tak ada diskriminasi lagi


(9)
Bulan Mei sembilan delapan
Terjadi demo besar-besaran
Menuntut lengsernya sang Kepala Pemerintahan
Yang sudah bertahun-tahun (ataukah belasan?)
Berkuasa, hingga rakyatpun bosan

Aparat berusaha menghentikan dengan senapan
Akibatnya, terjadi penembakan
4 orang mahasiswa Trisakti tewas mengenaskan
Pahlawan Reformasi, yang sampai kini pun tak pernah dituntaskan

Berusaha memanfaatkan keadaan
Berbagai pihak merancang kerusuhan
Membuat ibukota semakin tak nyaman
Lenyap sudah rasa aman

Diawali dengan penjarahan
Pencurian barang-barang kebutuhan harian
Semakin lama semakin brutal
Penjarah juga melakukan tindakan yang tidak masuk akal
Merusak, memporak porandakan, bahkan membakar
Dari mobil hingga tempat tinggal

Seperti sudah bukan manusia
Mereka juga menyiksa dan memperkosa!
Bahkan binatang saja
Tak begitu kejamnya
Entah nurani itu ada dimana
Tega mengambil semua milik yang tak berdosa
Bahkan yang paling berharga

Pemerintah (nampak) panik
Aparat keamanan dimana-mana
Mahasiswa pun berusaha sekuat tenaga
Menenangkan dan melerai massa
Tapi mereka tak lagi bisa dikelola

Di antara perumahan yang hancur nelangsa
Di belahan Grogol barat sana
Salah satunya adalah rumah keluarga Meishia
Rumah mungil, dengan toko kelontong di depannya
Dijarah dan dibakar massa
Hingga hancur tak bersisa
Rata dengan tanah

Nasib keluarga Meishia
Sungguh tidak diduga
Papa meninggal karena mempertahankan rumah dan tokonya
Yang tanpa ampun diamuk massa

Ailing, adik Meishia
Meninggal setelah diperkosa
Oleh orang-orang yang mengaku manusia
Padahal lebih buruk dari hewan jelata

Sementara Mama
Berhasil diselamatkan para tetangga
Tapi apalah arti hidup ini untuknya
Setelah ia kehilangan hampir semuanya
Pasangan sejatinya
Dan gadis bungsu nya
Yang diperkosa di depan matanya

Tubuhnya memang hanya luka-luka
Tapi hatinya lebih dari terluka
Jiwanya sama seperti mati
Buatnya, hidup lebih baik diakhiri


(10)
Sementara Meishia
Masih di Singapura
Rasa waswas menderanya
Mendengar berita kerusuhan di Indonesia

Hampir setiap jam ia mencoba
Menghubungi Papa dan Mama
Kami pasti baik-baik saja, kata Papa
Tidak usah cemas Ci, pikirkan sekolah saja, kata Mama
Hingga akhirnya
Ia tak lagi bisa menghubungi mereka

Bukan main terkejutnya Meishia
Ketika Auv Liem, adik kandung Papa
Menghubunginya
Menceritakan keadaan sebenarnya

Dunia runtuh tak bertepi
Meishia hanya bisa menyesali diri
Kenapa harus kuliah jauh-jauh di luar negeri
Sehingga keluarganya tak bisa ia lindungi
Sekarang ia hanya bisa menangisi


(11)
Meishia tiba di Jakarta
Ibukota yang dulu megah
Kini sedang berduka

Tak bisa dilihatnya jenazah Papa
Juga Ailing, adiknya
Karena rumah sudah keburu dibakar massa

Meishia tak kuasa melihat Mama
Yang terganggu jiwanya
Ia kehilangan sinar matanya
Hidupnya tak lagi bercahaya
Walau matahari masih setia

Meishia tak bisa menerima
Kenapa harus keluarganya?
Karena kita Cina, Meishia
Begitu kata Au Liem
Kita orang Cina, berbeda dengan mereka
Kita jadi sasaran empuknya
Meishia tak jua mengerti
Kenapa memangnya kalau kita Cina?
Itu kan hanya masalah nenek moyang kita lahir dimana?
Tetap kita orang Indonesia!

Keluargaku berhak atas rasa aman!
Aku bayar pajak yang sama dengan kalian!
Kenapa harus dibedakan?


(12)
Meishia berniat untuk berhenti
Meninggalkan kuliah yang tinggal satu tahun lagi
Untuk merawat Mama, satu-satunya kebahagiaannya

Tapi Au Liem tidak mengijinkan
Au berjanji pada Papamu,
Akan menjaga kalian semua dengan baik
Menjadikanmu manusia bermoral dan berpendidikan
Supaya bisa meninggikan derajat hidup keluarga
Terutama Mamamu
Jangan  kuatirkan Mamamu
Au akan menjaganya

Akhirnya dengan hati berat
Meishia kembali berangkat
Dalam hati ia bertekad
Betul, keluarganya harus terangkat
Kehidupan dan derajat
Demi almarhum Papa, agar tenang di alam sana


(13)
Setahun kemudian
Gelar sarjana sudah di tangan
Karena nilai di atas delapan
Tawaran kerja pun berdatangan

Tawaran mengabdi di negara tetangga
Yang sudah memberikannya beasiswa
Dan menawarkan lagi beasiswa S2
Sekolah sekaligus kerja


(14)
Sementara di Jakarta
Pemerintah bersikap seolah tak terjadi apa-apa
Kata-kata tanpa bukti
Penuntasan tragedi trisakti
Tragedi bulan Mei
Tragedi semanggi
Semua hanya janji

Akhirnya setelah masak mempertimbangkan
Meishia memutuskan
Untuk membawa serta Mama bersamanya
Tinggal dengannya di Singapura
Biaya hidup Mama disana
Pasti bisa dipenuhinya
Dari hasil bekerja

Setelah setahun penuh berobat
Ke psikiater dan tim relawan
Akhirnya Mama bisa menerima kenyataan
Peristiwa tragis yang menimpa keluarganya
Walau masih terasa sangat berat
Dan trauma masih terus membayangi

Seperti apa disana, Ci?
Tanya Mama cemas
Dari matanya terlihat jelas
Kekuatiran yang teramat sangat

Apa disana ada yang mengolokmu? Memanggilmu Cina?
Mama bertanya pada Meishia
Tentang pengalamannya di Singapura

Selama 4 tahun disana
Tak pernah ada sekalipun yang memanggilku Cina
Tak pernah ada yang mempermasalahkan ukuran mata
Ataupun warna kulitku
Aku dihargai karena aku pintar
Karena nilai-nilaiku
Karena kebaikanku  membantu teman-teman memahami pelajaran

Walau itu bukan negaraku
Bukan tanah airku
Tapi mereka bisa menerimaku
Mau memahamiku
Mungkin aku bukan warga asli sana
Tapi mereka menghargaiku, Ma

Begitu kata Meishia
Meyakinkan Mama
Hingga akhirnya Mama mengatakan iya

Mereka berangkat berdua
Sepakat memulai hidup baru bersama
Untuk membuka lembaran baru mereka
Bukan untuk melupakan apa yang terjadi sebelumnya
Karena yang terjadi disana,
Takkan bisa terlupa untuk selamanya


(15)
Sambil kuliah S2
Meishia bekerja di sebuah perusahaan swasta
Yang cukup ternama
Pekerjaan mengharuskannya
Travelling ke beberapa negara di Asia
Vietnam, Thailand dan Filipina
Tapi tak pernah ke Indonesia

Setiap kali melakukan perjalanan dinas
Selalu hadir kuatir dan cemas
Harus meninggalkan Mama sendirian
Karena bagaimanapun,
Sendirian di usia senja
Sama sekali tak mudah

Tapi Mama meyakinkannya
Jangan cemaskan Mama
Mama sudah menyerahkan diri sepenuhnya
Pada Sang Buddha
Dia yang mencipta, Dia yang memelihara
Dia pasti menjaga Mama

Hati Meishia sedikit lega
Terutama karena Mama
Sangat aktif di kegiatan Wihara
Dan perkumpulan wanita Buddha di Singapura


(16)
Di dunia kerja juga lah
Meishia mulai dekat dengan seorang pria
Rizal, teman sebangsa
Asli dari Jawa
Pemuda muslim yang bukan main taatnya

Rizal yang gagah
Pintar namun bersahaja
Perhatian dan rasa pedulinya
Sanggup menggetarkan hati Meishia
Untuk pertama kalinya
Ia jatuh cinta

Kemilau kemelut di hati Meishia
Betapa tak ingin ia jatuh cinta
Pada lelaki asal asli negaranya
Dan berbeda agama pula

Meishia berusaha menyangkal
Perasaannya pada Rizal
Tapi cintanya bukan sesuatu yang dangkal
Alih-alih berkurang, malah semakin terasa dalam

Aku orang Cina
Kata Meishia
Dan kamu orang Jawa
Sepertinya kita tak bisa
Melawan arus demi tetap bersama

Kenapa tak bisa
Rizal bertanya
Hanya karena kamu Cina
Dan aku asli Jawa
Apa yang tak bisa?
Siapa yang bilang tak bisa?

Dan agama kita
Mengapa masih dipermasalahkan juga?
Tuhan kita sama
Hanya berbeda cara menyembahNya
Cara kita berdoa
Bukan berarti tak bisa dipahami berdua
Kita toh sama-sama orang Indonesia

Ya, kita orang Indonesia, jawab Meishia
Akupun merasa begitu
Tapi di Indonesia
Mereka tak bisa menerima kaumku
Orang Cina selalu dianggap berbeda

Meishia pun bercerita
Kisah masa kecilnya
Ketika ia dipanggil ‘Cina’
Diolok ukuran matanya
Dilarang memegang bendera
Ditertawakan namanya
Dipertanyakan asalnya

Juga peristiwa kelam
Di bulan Mei Sembilan Lapan
Yang takkan bisa dilupakan
Sampai mati, bahkan

Ah
Rizal mengusap muka
Tentu saja sudah didengarnya
Peristiwa biadab di negaranya
Hanya saja ia tak menduga
Harus menimpa keluarga orang yang paling disayanginya

Malu sekali hatinya
Kenapa ras dan agama
Yang selalu jadi masalah
Padahal ketika Tuhan berkarya
Ia menciptakan semuanya sama
Yang terbaik dari Nya
Diberikan untuk manusia
Mahluk yang berakal budi
Dan berhati nurani

Tapi kenapa
Manusia sering lupa
Kehendak sang Pencipta
Terutama ketika sudah punya kuasa
Atau dibayar oleh yang berkuasa


(17)
Rizal bertanya
Apakah ada
Yang dapat kuperbuat
Untuk menghilangkan sedikit pilu
Atau meringankan sebagian sakitmu

Aku orang Indonesia
Tapi juga merasa malu
Kenapa orang-orang di negaraku
Bisa sejahanam itu

Mengatasnamakan ras dan agama
Padahal bukankah semua agama
Hanya ciptaan manusia?
Bukankah semua agama
Seharusnya mengajarkan kebajikan
Dan bukankah kita yang mengaku manusia dewasa
Tak sepantasnya berbuat kerdil demi materi semata?


(18)
Aku memang keturunan Cina
Tapi lahir dan tumbuh di Indonesia
Aku hafal lagu Indonesia Raya
Aku bahkan bisa tari piring
Tarian daerah asal Sumatra
Apa kalian, yang mengaku orang asli Indonesia
…bisa?
Hafal lagu-lagu daerah?
Tau budaya asli Indonesia?

Jangan salahkan aku
Kalau kini didera galau
Karena hitamnya masa lampau
Tak kuasa kembali kesana
Di hatiku masih ada
Kebencian yang luar biasa
Pada orang-orang yang hatipun tak punya


(19)
Rizal memandangi Meishia pilu
 Aku mencintaimu
Akhirnya kata keramat itu
Terucap juga
Tolong, jangan menyerah
Jangan lepaskan
Karena aku akan berjuang
Seumur hidupku
Untuk mendapatkan cintamu
Membawamu pulang
Ke rumah kita
Ke tanah air kita



(20)
Aku bisa menerimamu
Memaafkan kaummu
Aku tak sepicik itu
Aku tau tak adil ikut membencimu

Tapi tidak untuk kembali ke sana
Hatiku masih pedih
Lukaku masih perih

Rumah yang tak seperti rumah
Tanah yang hanya bisa menuntut
Tapi tak pernah bisa memberi
Apapun selain janji


(21)
Rizal tak menyerah
Ia tau tak ada yang mudah
Untuk akhir yang indah
Tapi ia harus berjuang
Ia masih ingin berusaha
Demi cinta sejatinya

Sementara orang tua Rizal
Di belahan timur Jakarta
Sudah memandatkan pada anaknya
Untuk segera pulang, setelah selesai menuntut ilmu disana
Walaupun sekolah di negeri tetangga
Tapi berbaktilah tetap pada Indonesia
Ibu pertiwi ini sudah menunggu
Sang anak bangsa, untuk mengabdi  

Aku harus pulang
Rizal memutuskan
Kau, tunggulah aku datang
Aku mohon, jangan dulu putuskan
Cinta sejati takkan ada dua kali
Rizal menggenggam erat jemari Meishia

Walaupun dirinya terbang pulang ke ibukota
Tapi sebagian dirinya tertinggal di Singapura
Di hati seorang gadis warga negara Indonesia
Keturunan Cina


(22)
Rizal tiba di tanah air
Sudah beberapa tahun tak diinjaknya bumi tercinta ini

Ayah dan Bunda masih tampak sama
Hanya terlihat sedikit lebih tua
Pertanyaan utamanya pun sudah bisa diduga
Seputar masalah hati dan cinta

Aku jatuh cinta, Bunda
Pada seorang gadis yang sangat pemalu
Pendiam namun sangat baik hatinya
Untukku, dia sempurna

Bunda tersenyum bijaksana
Ia percaya padanya
Perasaannya terasa indah
Anak lelaki satu-satunya
Kebanggaan dan harapan keluarga
Sudah menemukan cintanya

Siapa, Mas?
Kenapa tak pernah kau ceritakan pada Bunda?
Apakah ia ikut pulang bersamamu?
Apakah ia orang Indonesia?

Iya, dia orang Indonesia, Bunda
Bunda mendesah lega
Syukurlah, Mas
Bunda tak berharap
Cintamu warga tetangga
Apakah orang Jawa juga?

Rizal menatap mata Bundanya
Mata paling pengertian yang pernah dilihatnya
Pasti Bunda bisa mengerti
Ini suara dari hati

Namanya Meishia, Bunda
Orang Indonesia
Lahir di Sumatra

Sinar mata Bunda meredup
Meishia?
Apakah dia… keturunan Cina?

Iya, dia keturunan Cina
Tapi dia orang Indonesia, Bunda
Warga negara yang sama dengan kita
Hanya nenek moyangnya saja
Yang menentukan mendarat dan menetap dimana

Bunda terkejut bukan kepalang
Mimpi apa dia
Putra semata wayangnya
Jatuh cinta pada gadis keturunan Cina?

Mas, kenapa harus dia?
Bukankah teman wanitamu tak sedikit jumlahnya?
Yang cantik, yang pintar, yang seagama?
Kenapa harus dia?
Yang bahkan terdengar asing namanya?

Karena cinta…tak bisa memilih, Bunda
Dia tak bisa memilih akan menepi dimana
Hanya perasaan dan hati saja
Yang bisa berusaha

Bunda semakin terpana
Tak disangkanya putranya
Menjadi dewasa dalam hitungan tahun saja


(23)
Sementara Meishia di Singapura
Sedang menimbang untuk bercerita
Tentang belenggu cintanya
Kepada Rizal, si pemuda Jawa

Hari itu, dilihatnya Mama
Baru saja kembali dari Wihara
Suasana hatinya sedang senang
Sedari tadi bersenandung riang

Mama, aku ingin bercerita
Tentang seseorang
Meishia mulai berkata

Mama diam mendengarkan
Matanya bertanya-tanya
Siapakah dia, yang mengetuk pintu hati putrinya?

Dia orang Indonesia, Ma
Asli dari Jawa
Dan muslim pula

Apakah aku salah, Ma?

Tapi cinta itu tak bisa diatur
Akan berlayar dimana
Dan berhenti pada siapa
Cinta tak bisa mengukur
Siapa yang layak, siapa yang tidak
Apalagi hanya dari suku dan agama

Salahkah aku, Ma?

Mama menatap dalam hening
Relung napasnya tersendat
Mendengar cerita ini terasa begitu berat

Perasaan rindu yang begitu indah
Cinta yang begitu gundah
Seandainya keresahan bisa segera punah
Seandainya kedamaian yang dulu mereka punya tak pernah berubah

Mama bukan Tuhan, Nak
Tak hendak menghakimi benar atau tidak
Mama bukan malaikat
Cepat atau lambat
Mama hanya bisa berkata
Untuk engkau pikirkan ulang, Nak

Bukan Mama menolak
Mama tau, Mama tak berhak
Menilai orang hanya dari sukunya
Dari agamanya
Tapi yang sudah diperbuat kaum mereka
Sanggupkah kita melupakannya?
Sanggupkah kita memaafkan mereka?

Mama tak ingin pulang, Nak
Sejak Papa dan Ailing tiada
Mama tak kenal arti kata pulang
Tak tau arti kata rumah
Hanya satu, yang Mama tau
Mama harus tetap hidup untukmu
Satu-satunya harapan dan keinginan
Mengantarkanmu menemukan rumahmu
Mendapatkan kebahagiaanmu

Jadi apapun yang kamu putuskan
Mama hanya bisa menyerahkan
Tak banyak lagi yang Mama harapkan
Selain kebahagiaan


(24)
Berkaca-kaca mata Meishia
Mendengar perkataan Mama
Sakit pedih Mama
Sakit pedihnya juga

Mama tak memaksanya
Berpisah dari pujaan hatinya
Mama menyerahkan semua
Kepadanya

Tapi ia tau
Di balik semua itu
Hati Mama masih pilu
Dan ia bisa memahami
Hatinya pun masih terasa ngilu


(25)
Akhirnya hari itu tiba juga
Rizal datang menemui Meishia
Di Singapura

Kita tak bisa bersama
Meishia berkata
Kita tidak hanya berbeda
Tapi diantara kita
Ada luka menganga
Yang tak bisa dilupakan begitu saja

Kita tak bisa bersama
Bukan hanya karena berbeda
Tapi karena akan lebih banyak yang terluka

Rizal menggelengkan kepala
Aku pernah berjanji akan berjuang
Ijinkan aku berperang

Meishia hanya mampu terdiam
Berhentilah, katanya lirih
Takkan ada jalan untuk kita
Aku memilih untuk mematuhi orang tua
Yang tinggal satu-satunya

Mungkin kita tak sejalan
Di kehidupan ini
Tapi apabila engkau percaya
Ajaran agama Buddha
Selalu ada kehidupan yang lain
Hari esok bisa jadi beda dengan kemarin
Mungkin kita bisa meminta
Dipertemukan di napas yang berbeda

Rizal tak bisa menerima
Tapi melihat kesungguhan gadisnya
Rasanya ia harus rela

Tak adil memintamu mengalah
Dan pulang ke Jakarta
Tapi apabila ada yang bisa aku lakukan
Untuk mengurangi rasa sakitmu
Katakanlah
Akan kulakukan sebisaku
Demi sedikit membersihkan negaraku
Negara kita
Indonesia

Percayalah,
Tidak semua muslim itu bersalah
Mereka hanya diperintah
Oleh banyak pihak yang serakah
Tak hanya warga keturunan Cina yang dijarah

Meishia mengerti
Tak bijak berpikir picik
Umat muslim.. warga keturunan Cina
Keduanya hanya kambing hitam
Keadaan sudah menjadi begitu runyam
Hubungan ini terlalu rumit untuk dilanjutkan


(26)
Rizal kembali ke Indonesia
Membawa hatinya yang luka
Kenapa bisa sesakit ini?
Padahal di awal perjalanan, ia sudah berjanji akan menerima semua konsekuensi?

Seandainya Rizal tau
Meishia tak kalah terluka
Sedari pagi tadi
Tangisnya tak juga berhenti
Sungguh tak mudah untuknya

Melepasmu tadi
Mungkin sama seperti
Membiarkan separuh jiwa pergi


(27)
Setahun berlalu
Meishia masih di Singapura
Mama semakin kerasan disana
Negeri tetangga yang aman dan sangat teratur penduduknya

Kadang terbersit di hati Meishia
Ingin pulang ke Indonesia
Rindu ingin menghirup hawa Jakarta
Atau bahkan Sumatera, tanah kelahirannya

Tapi dirinya masih tak siap
Bagaimanapun juga
Negaranya seperti bukan miliknya
Walau di passportnya
Tertera tulisan “Warga Negara Indonesia”
Tetap saja dia merasa
Aku keturunan Cina
Yang hanya numpang di Indonesia

Dan setiap memikirkan Ailing dan Papa
Membara lagi nyeri hatinya
Sungguh tak ingin ia
Melihat penguasa negara
Pelaku perbuatan hina
Tapi masih bersenang2 seakan tak pernah terjadi apa-apa

Dan Rizal, yang dulu kekasihnya
Bagaimanakah kabarnya?
Sedang apa dia?
Apakah sudah mendapatkan penggantinya?
Atau masih belum juga terbuka pintu cintanya?


(28)
Setahun, dua tahun, tiga tahun berlalu
Keadaan masih sama
Meishia dan Mama
Tak pernah kembali ke Indonesia

Kisah cintanya, tak ubahnya seperti Cinderella
Yang masih menunggu pujaan hatinya
Kapankah Pangeran akan datang menjemputnya?

Meishia, calon Doktor pertama di bidang genetika
Lulusan Universitas ternama di Singapura
Warga Negara Indonesia
Yang mengabdi di negara tetangga

Sayang sekali
Negara ini…
Harus kehilangan asetnya yang paling berharga
Karena kepentingan pihak-pihak bersengketa

Di hati Meishia..
Dan juga Mama
Indonesia,
Tetap tanah air ku.
Tumpah darahku
Kelahiranku
Walau ragaku kini jauh
Selalu ada keinginan itu
Untuk jiwa ku berlabuh
Kembali dan mengabdi padamu

Entah kapan niat itu
Bisa mengalahkan pahit hati ku

Sampai saat ini
Setiap ada yang bertanya
Siapa namaku dan berasal darimana
Pasti aku menjawab
“Nama ku Meishia
Aku orang Indonesia”


u Cici = panggilan utk anak perempuan yang lebih tua
v Au = panggilan utk adik kandung Papa atau Mama


*

Untuk Meishia2 lain, semoga cintanya pada Indonesia tidak pernah luntur :)

1 comment:

Kreta Amura said...

Kukira ini puisi, ternyata cerita. wkwkwk maap gagal paham.