Friday, February 28, 2014

Tentang Kampung Fiksi (part 3)


Next, gue mau cerita tentang keterlibatan gue di Kampung Fiksi.

Waktu itu gue sedang maternity leave period. Terbiasa mengecek email tengah malam (saat suami dan anak2 sudah tidur), gue iseng2 mengamati seisi TL. Gue melihat twit seseorang (lupa siapa:p), tentang lomba menulis menjelang Valentine. Guepun mencari info lebih lanjut. Ternyata lomba ini diadakan oleh Kampung Fiksi. Setelah melihat blognya, gue ketagihan. Untaian kata di sana begitu laras. Gue seperti menemukan sekumpulan orang satu napas dengan gue.

Terus terang, sejak menikah dan punya anak, gue jarang sekali menulis. Boro2, bisa mandi dan sisiran aja udah bagus, hahaha… Apalagi sejak punya dua, bahkan sekarang tiga anak. Gue rindu menulis.
I know me. Ada relung jiwa gue yang kosong, yang hanya bisa terasa penuh saat gue menulis. Ah sok puitis banget:p

Singkatnya, cerpen gue yang berjudul ‘Mencintaimu’ dinyatakan lolos, dan dibukukan bersama belasan orang lainnya. Judul antologi cerpen itu adalah Banyak Nama Untuk Satu Cinta, yang kemudian diterbitkan lewat leutikaprio.



Senang? Pasti! Secara udah lama ga menulis, ini jelas satu titik balik yang baik. Sejak itu, gue jadi sering melongok blog Kampung Fiksi. Rajin memantau timelinenya.
Gue juga ikutan Group Facebooknya yang berjudul J50K. Ini adalah suatu kegiatan menulis yang dilaksanakan serempak, dimulai di tahun baru (Januari), dan diharapkan berlanjut terus sampai 50 ribu kata. Harapannya tulisan ini akan menjadi novel yang tentunya diterbitkan (Amin:p)
Walaupun hanya mampu menulis 10 ribu kata saja, tapi gue ikutan senang memantau tulisan rekan-rekan yang ikutan. Lagi2 gue kagum dengan konsistensi mereka2 ini. Tiap hari commited menulis hingga tercipta sebuah naskah.

Memasuki bulan puasa, Kampung Fiksi kembali mengadakan lomba menulis. Kali ini cerita pendek seputar Ramadhan. Iseng2, gue beranikan diri untuk ikutan. Syukurlah, tulisan gue menjadi satu dari tiga cerita yang menang, dan mendapatkan hadiah Modem SmartFren (Thankyou, SmartFrenJ)
Well, hadiahnya adalah bonus. Keberanian dan komitmen menulis itu yang sebenarnya matters banget buat gue.

Kampung Fiksi membuat gue kembali rajin menulis. Diawali dengan menyapu blog gue yang udah karatan. Lalu pelan2 mulai menyelesaikan naskah novel yang  udah sepuluh tahun cuma menuh2in lappie aja. Apalagi sejak Mbak Winda & Mbak Nastiti berhasil menerbitkan bukunya, gue ikutan senang bukan main. Dan ada keinginan supaya naskah gue kelar juga. Aku juga mauuuuuuu:p

Jadi kalau dibilang seberapa besar keterlibatan gue dalam Kampung Fiksi?
Mungkin gue hanya pembaca pasif. Gue hanya partisipan non aktif yang sekali2 memberanikan diri menulis. Tapi komunitas ini punya arti besar untuk gue. Selain passion yang sama dalam membaca dan menulis, gue merasa menemukan keluarga baru yang bisa ikut mengerti, apa itu writer’s block, bagaimana membuat alur cerita, apa bedanya blurb dan sinopsis cerita, dll.

Terima kasih Kampung Fiksi, sudah membangkitkan energi baru yang sempat tenggelam.
Yuk terus membaca dan menulis J Yuk sama2 mewujudkan mimpi menjadi penulisJ
Do the write things right, WRITE away!

"Ikut memeriahkan ultah Kampung Fiksi yang ke-3 bersama SmartfrenMizanBentang PustakaStiletto Book dan Loveable."



Tentang Kampung Fiksi (part 2)


Awal bulan kemarin, tepatnya tanggal 1 Februari 2014, Kampung Fiksi merayakan hari jadi yang ke-3. Untuk sebuah komunitas yang baru naik pangkat dari batita menjadi balita, Kampung Fiksi bisa dibilang sudah menancapkan taringnya (duh bahasanya:p) di dunia fiksi. Terbukti dengan banyaknya kegiatan (baik jumlah maupun ragamnya) yang diselenggarakan Kampung Fiksi (mau lihat kegiatannya ada apa saja, baca post sebelumnya ya, atau buka blognya KF untuk informasi lebih lanjut), juga jumlah follower di twitter, FB dan blognya.

Harapan gue untuk Kampung Fiksi :
Semoga tetap menjadi kampung yang ramah untuk pencinta fiksi.
Semoga tetap menjadi ruang puisi.
Semoga selalu menjadi sekumpulan orang-orang rendah hati yang peduli.
Semoga bisa menjadi inspirasi, tidak hanya bagi pencari fiksi, tapi juga semua orang lain yang rindu menuturkan imajinasi.
Semoga bisa tetap menjadi kejutan tak terduga bagi semua penduduk kampung fiksi

Terima kasih sudah memberikan inspirasi
Terima kasih sudah menjadi tempat berbagi
Terima kasih sudah menyemangati
Terima kasih sudah menjadi tempat bertanya tanpa gengsi

Kalau saran untuk tampilan blog, menurut gue udah cukup user friendly sih. Kita bisa langsung mencari atau klik informasi yang kita butuhkan, atau kalau sekedar ingin membaca cerita.
Tapiiii.. hmmmm gimana kalau Kampung Fiksi mulai mencari logo baru? Logo yang lama sepertinya udah butuh pembaharuan. KF nya sih oke, tapi font atau warna atau apapun itu, mungkin bisa dibuat lebih baru. Coba dikompetisikan, banyak loh orang-orang yang suka nulis dan juga suka design.




Keterlibatan gue di Kampung Fiksi kira2 apa aja ya? Simak di post selanjutnya J

"Ikut memeriahkan ultah Kampung Fiksi yang ke-3 bersama Smartfren, Mizan, Bentang Pustaka, Stiletto Book dan Loveable."





Tentang Kampung Fiksi (part 1)


Halo semua!
Kalau kalian melihat banner Kampung Fiksi yang menetap di blog gue, kali ini gue mau cerita tentang komunitas ini.

Dunia fiksi selalu seru. Di dunia inilah kita bisa menjadi Tuhan yang bebas menentukan nasib si tokoh. Kita bisa menuliskan semua imajinasi kita, bahkan yang tidak mungkin sekalipun.

Lalu, Kampung Fiksi itu apa? Tempat berkumpulnya pencinta fiksi. Ya pembaca, penulis, pokoknya yang tergila2 sama fiksi.

Kampung Fiksi di  mata gue : Sebuah desa dongeng yang penuh imajinasi.

Dikomandoi 8 moderator yang bergiliran menjaga ‘gawang’, Kampung Fiksi terasa begitu hidup. Bergantian, 
Mereka bahu-membahu menjalankan Kampung Fiksi sesuai gaya masing2. Di antara mereka, ada 4 moderator yang sering banget woro-wiri di timeline gue. Ada Mak WindaKrisnadefa, si Emak Gaoel yang ceplas-ceplos gubrak gedumbrangan. Ada Mbak Nastiti DS yang kalem dan dewasa (pernah janjian ketemu waktu talkshownya mbak AE di Lotte, tapi batal ya Mbak!). Ada Mbak Ria Tumimomor, si #DJTwitKF yang biasa hadir dengan tips2 seriusnya. Juga Ajen Angelina, si perawat yang yang hobi menulis cerita horor (makasih sering membalas mention ga penting gue ya, Ngel:p)
Meski belum pernah bertemu sekalipun, tapi udah berasa kenal (apa karena gue SKSD ya:p)

Para moderator ini, mereka dibayar ga, sih?
Enggak! *geleng2. Mereka ga dibayar.
Mereka harus repot2 menulis, menggelar kuis (yang hadiahnya menggiurkan, tapi toh bukan untuk mereka), mereview buku, dll.
Lantas, apa untungnya untuk mereka? Bukannya hampir semua hal di dunia ini, sifatnya transactional?
Mereka ini tidak dibayar. Mereka digerakkan oleh napas yang sama, yaitu passion mereka di bidang fiksi. Energi yang dihasilkan dari semangat menulis ini, itu yang membayar mereka tinggi.

Kegiatan Kampung Fiksi ngapain aja sih?
Macam2! Ada cerpen yang ditulis bergiliran, review buku, tips menulis, pelatihan menulis, tukar2an buku, lomba menulis, dll. Ada juga jasa copy editing, kelas online, mengurus ISBN, dll. Daripada gue kayak jualan ala tukang obat, better kalian langsung klik Kampung Fiksi, dan temukan berbagai keindahan fiksi di sana.

Kenapa gue suka dengan komunitas ini?
Karena semua punya mimpi yang sama, yaitu membaca dan menulis!
Entah nantinya akan diterbitkan jadi buku atau sekedar nge-blog, pokoknya menulis! Menulis sambil terus berharap terjadinya perubahan di negara ini. Menulis untuk menginspirasi. Atau sekedar menulis untuk menyalurkan gundah hati.  
Semangat menulis, semangat berbagi, semangat bercerita, itu yang gue salut dari rekan2 di Kampung Fiksi. Banyak orang bisa menulis. Tapi menulis dengan tujuan berbagi, saling menyemangati, saling mendukung, itu lain cerita.

Anyway, walaupun belum pernah ketemu dengan para moderator, tapi gue merasa udah menjadi bagian dari komunitas ini (makanya bannernya menetap di blog gue).  That’s why gue sempat kecewa karena Kampung Fiksi ga lagi hadir saat SocMedFest.

Mau lebih tau banyak soal Kampung Fiksi? Di post selanjutnya ya:p

"Ikut memeriahkan ultah Kampung Fiksi yang ke-3 bersama Smartfren, Mizan, Bentang Pustaka, Stiletto Book dan Loveable."






Friday, February 14, 2014

Dear Dewo


This posting has written for #PreWedRush (by Mbak Okke) Love Letter Contest sponsored by Stiletto Book and Route 28 Tees



Hai Wo!

Di hari Valentine ini, saat semuanya (mungkin) menulis untuk Lanang, gue memilih untuk menulis buat lo. Menurut gue, lo adalah sosok yang paling mengagumkan, even sejak di awal kisah.

Banyak hal yang membuat gue kagum dari lo, Wo.
Salah satunya adalah cara lo mencintai Menina.
Sayang lo buat Menina itu, pada mulanya gue anggap ga wajar, tapi justru membuat gue belajar.
Gue pingin belajar menyayangi, seperti lo menyayangi dia.
Sayang lo ke dia itu tulus. Sayang yang tidak membebani. Cinta yang tidak mengekang.
Dan perasaan cinta seperti itu, hanya bisa diberikan oleh orang yang merasa secure dengan dirinya sendiri.

Waktu Menina malah kabur ke Jogja dan bukanya ke Surabaya … Apa elo sebenarnya udah tau, Wo? Menina bukannya “salah turun”, tapi dia memang “pingin turun” di Jogja. Sewaktu Menina tak jua bisa dihubungi, gimana ya perasaan elo? Apa elo udah punya firasat sebelumnya? Gimana perasaan lo saat terjadi gempa di Jogja dan Menina ada di sana?

Gue sempat bertanya2 waktu itu. Kenapa elo ga menyusul ke Jogja, Wo? Sepertinya kok elo enggan memperjuangkan Menina?
Kalau gue jadi lo, gue pasti udah langsung terbang ke Jogja untuk menarik Menina pulang. Dan gue pasti ngamuk berat menemukan (calon) tunangan gue ternyata sedang spend time sama mantannya di saat kalian seharusnya tunangan.

Tapi mungkin itu yang namanya mencintai dengan dewasa. Menyayangi dengan bijak.
Memberikan ruang dan waktu untuk orang yang elo sayang.
Memberinya segala kesempatan untuk memilih.

Apalagi Menina itu cerdas, bebas, kapanpun bisa lepas. Tapi elo dengan kebesaran hati lo, justru malah memberikan waktu sebebas-bebasnya dan ruang seluas-luasnya untuk dia berpikir.
Lo mengerti keraguan dia, kegalauan dia, ketidakyakinan dia.
Itu membuktikan kalau walaupun lo sayang setengah mati sama dia, tapi lo siap melepaskan dia apabila dia ga merasa yakin dengan cinta kalian. Lo bahkan sanggup menunggunya.

Ah, lo memang mengagumkan, Wo! J

Kalau boleh memilih, gue akan memilih pria seperti lo, untuk bisa mendampingi gue sampai tua. Gue memilih perasaan aman dan dicintai. Gue memilih merasa diterima apa adanya dan disayangi.
Kehidupan pernikahan yang seperti roller coaster (iya, gue memang kebanyakan baca buku :p) jelas bukan impian gue. Gue memilih kehidupan tenang, yang walaupun ada sedikit riak dan gelombang, tapi tidak lantas menjadikannya ombak. Kehidupan tenang, mungkin membosankan bagi sebagian orang, tapi tidak buat gue.
Bad boy mungkin asik jadi teman jalan. Tapi pria seperti lo, adalah pilihan untuk dijadikan teman hidupJ

Anyway, congrats yaaa finally elo dan Menina bisa menikah, dan udah dikarunia putri yang cantik pula.

Gue belajar banyak dari kisah lo sama Menina. 
Bahwa mencintai itu berarti membebaskan. Mencintai berarti memberikan ruang dan waktu. Mencintai berarti melepaskan. Siap merelakan.
Seperti kata orang, “Kalau mencintai, bebaskanlah. Kalau dia kembali, artinya dia akan menjadi milikmu. Kalau tidak, artinya dia memang bukan untukmu.”

Jangan mencintai dengan menggebu. Karena seperti pasir, akan lepas jika digenggam terlalu erat. Mencintailah dengan sederhana, seperti kuku jari yang akan terus tumbuh.

Gue berdoa, supaya gue layak mencintai dan dicintai, seperti lo mencintai Menina.

Selamat hari Kasih Sayang, Dewo!