Friday, August 19, 2011

Ketika Angka hanya sekedar Angka


Sesi Leadership Insight atau #LIGHT di kantor hari ini, menghadirkan Romo Baskoro, one of Romo di Canisius College yang famous itu. Inget dulu Dede waktu masih sekolah di CC, sering ngomongin beliau, ga nyangka sekarang ketemu secara langsung.

Gue ga membahas teori sama sekali.. klo yang kenal gue, pasti tau betapa gue benci teori hehe..
Banyak hal menarik yang dibahas, salah satu nya soal pendidikan di Indonesia, mulai dari system nya, sampe guru2nya.

Profesi “guru” dipandang sebelah mata, identik dengan pekerjaan yang gajinya kecil, dan hanya orang2 yang tak punya pilihan lah yang jadi guru. Ksian yah… hiks padahal masa depan bangsa ini, ada di tangan mereka2.
Menurut Romo Bas, nilai rata2 bahasa inggris guru2 di Jakarta adalah 3.2 (skala 1-10), dan nilai matematika nya hanya sekitar 3. Sedih banget dengernya…
Padahal seharusnya orang2 terbaik dan pintar itu jadi guru! Secara anak2 dari TK sampe kuliah itu diajar sama guru & dosen gitu loh. Klo guru nya aja telolet, gimana muridnya?
Ah jadi ingat cita2 waktu dulu, mo jadi guru TK…. “.”

Sistem pendidikan di Indonesia membuat kita selalu mendewakan angka. Ranking 1 adalah yang terbaik. Ranking 10 adalah jelek. Well, klo itu gue rasa, karna metode kuantitatif adalah salah satu cara termudah menjustifikasi sesuatu. Tapi setidaknya kita harus belajar bahwa angka itu bukan segala2nya. Anak yang nilai PMP nya bagus, bukan berarti lebih bermoral daripada yang nilai PMP nya jelek. Anak yang nilai agamanya jelek, bukan berarti dia teroris atau ga punya Tuhan.
Tapi itu lah tugas sekolah, memastikan anak2 itu mengerti apa yang diajarkan, caranya apalagi klo bukan dengan nilai? Mungkin tugas kita lah sebagai orang tua, untuk mengajarkan pendidikan moral dan agama itu, dengan tidak melihatnya dari nilai?

Contoh pertanyaan yang biasa diajukan orang tua ke anaknya,
“Belajar apa di sekolah?”
“Ada PR apa?”
“Besok ulangan apa?”
“Bisa ga ulangannya? Dapet nilai berapa?”

Apa ada yang pernah menanyakan…
“Sudah berbuat baik apa kamu hari ini?”
“Tadi di sekolah duduk di sebelah siapa?”

Jadi introspeksi… apa ya, yang gue tanyain sama Keyla tentang sekolahnya?
Gue biasanya tanya sama dia, hari ini miss ngajar apa? Keyla bagi bekal ga ke teman? Ah tapi ga bisa dipungkiri juga, gue pasti nanya tentang apa yang dia pelajari di sekolah? Udah bisa bikin huruf baru apa?
Padahal menurut Romo Bas, anak2 itu pasti bosen klo tiap hari ditanya soal sekolah.
Inspiring lesson for me… secara gue benci sekolah sejak dulu. Untung dapet nyokap kaya mami gue, yang ga terlalu mentingin angka:D

Gue beruntung bangeetttt, nyokap gue ga terlalu peduli sama nilai. Yang penting gue naik kelas, dia dah cukup hepi:p Di tengah sepupu2 gue yang pinternya ampun2 itu, yang selalu ranking 1, yang selalu dibangga2in mami papi nya, duuhhhhh beruntung banget yah gue? Walopun selalu dibanding2in sama sepupu2 yang umurnya kurang lebih sama, tapi mami ga pernah menuntut gue macem2. Mami pernah sih sedih karena nilai gue jelek, tapi kayanya Cuma sekali itu aja, hihihi…

Ketika anak dapat nilai 10, selalu dipuji, tanpa peduli apa itu hasil dia sendiri atau bukan.
Ketika anak dapat nilai 4, selalu dibilang “jelek”, diomelin, tanpa peduli kerja keras dia mendapatkan angka itu. Jangan2 dapat nilai 4 itu hasil kerja kerasnya sendiri, sementara dapat 10 itu nyontek!
Is he trying to say that process is more important than result?
Itu yang bikin anak juga selalu berorientasi utama pada angka, wong bapak ibu nya begitu. Angka, nilai, ranking adalah yang utama. Gimana cara dia mendapatkannya, ga penting. Padahal itu salah besar!

Menjadi orang tua.. banyak sekali yang harus dipelajari ya (secara mo jadi emak2 ber-anak 3).
Belajar mengalahkan ego pribadi (orang tua mana yang mo liat anaknya dikalahin sama orang lain?)
Belajar memberikan kebebasan untuk anak memilih apa yang dia suka… Biasanya apabila orang tua memilihkan sesuatu untuk anak, alasannya pasti “papa mama tau yang terbaik buat kamu”, padahal mungkin “dia tau yang terbaik untuk dirinya sendiri”.
Belajar merelakan apabila keinginan anak tak sesuai dengan keinginan orang tua. Singkatnya, membiarkan anak menjadi pelukis daripada jadi dokter. Ah, sulit ga ya itu?
Belajar tidak menilai segala sesuatu nya hanya dari nilai, dari ranking, karena itu hanya sekedar angka. Belajar menerima anak dengan seluruh nilai2nya, tidak hanya nilai raport, tapi nilai hidup.
Gimana klo anak cowok gue mo jadi penari? Gimana klo anak cewek gue mo jadi pembalap? (kok tiba2 migrain ya bayangin itu.. phhewwww). Dilema banget ya….
Coba lempar monyetnya ke Tuhan, hehehe… Han, tangkep yah! :p

Jadikan aku,
Orang tua yang baik
Yang mau mengerti keinginan anakku
Yang mau mendengarkan anakku

Pinta aku,
Untuk dapat mendidik anakku
Seperti Bapa ku mendidik aku
Seperti orang tua ku mendidik aku

Didik aku,
Menerima anakku apa adanya
Seperti Tuhan yang selalu bisa menerima
Apapun yang aku lakukan
Sesulit apapun itu

Ajari aku,
Menjadi ibu yang penuh kasih
Yang sanggup mengasihi anakku
Apapun yang dia lakukan
Bukan karena apa yang dia hasilkan

Semoga aku,
Dapat menjadi perpanjangan tangan Mu
Menjaga anak2 titipan Mu
Seperti yang Engkau mau


Gue emang CINA, tapi gue orang INDONESIA!


Ulasan kali ini (cieh, ulasan..:p), mengangkat rasa nasionalisme gue, yang tadinya gue pikir dah lenyap entah kemana.
Gue keturunan Cina, dari engkong-emak gue, semua nya Cina, malah ada yang ga bisa bahasa Indonesia. Bokap nyokap gue Cina, suka masakan Cina, dan tiap tahun kita masih menjalankan macem2 budaya, such as sembahyang using hio (buat doain para leluhur yang udah mendahului kita), makan mie, merayakan taun baru Imlek setiap taun, percaya hujan itu somehow adalah berkah… kurang Cina apa coba? Gue sekelularga punya nama Cina juga, walopun ga pernah dipake.
Tempat tinggal gue, mostly ditinggali orang2 pribumi (asli Indonesia). Dan dari kecil pula, diskriminasi itu udah gue rasakan.

Dari mulai akte lahir yang dibedakan (katanya KTP juga ya? Tapi sebodo teing lah, yang penting foto cantik terpajang di depannya, hihi:p), pembedaan di kelas (padahal dari kecil gue sekolah di sekolah Katolik loh, sampe lulus kuliah. Ga kebayang ya, yang sekolah di sekolah umum).
Inget waktu SD, seorang guru gue pernah bilang “Dasar Cina!”, ketika gue salah menjawab pertanyaan.
Klo dia ngomelin gue karna gue males, atau karna gue bolos, gue terima. Tapi kenapa dia ngomelin gue karna gue Cina? Apa hubungannya ya? Emang orang Cina ga boleh salah jawab pertanyaan?

Ada juga kejadian ketika gue mo masuk kuliah.
“Ga usah daftar UI lah, orang Cina susah masuknya.” Hehh, maksudnya apa nih? Kita kan sama2 tes dan bayar untuk kuliah, kenapa harus dibeda2in?
Well akhirnya gue emang masuk Atmajaya, karna dah cinta pandangan pertama sama tuh kampus, hehe..
Pun ketika “pantat” (sori) gue dipegang di terminal, dia bilang gue “hei Cina”. Emang klo gue Cina, lo bebas bisa pegang2 pantat gue? Atau waktu gue dipanggil “sipit..sipit..” dan dipanggil “Cina..Cina..”
Kenapa kalo gue sipit? Kenapa klo gue Cina? Gue bangga menjadi Cina sipit!
Berlanjut sampe sekarang. Waktu bikin akte lahir anak2, jelas2 ditulis… tarif WNI pribumi dan non pribumi BEDA. Kenapa dibedakan ya? Apa non pribumi alias Cina atau bule itu dipandang lebih tajir dibanding yang pribumi? Apa itu bukan artinya merendahkan penduduk asli bangsa sendiri ya?

Duh emosi nya… ya iyalah. Lahir disini, tinggal disini, sekolah disini, kawin disini, sampe honeymoon pun disini juga! (yang terakhir itu karena dana terbatas sih, hihihi..)
Intinya, kenapa ya harus ada pembedaan2 seperti itu? Kenapa Miss Indonesia diributin klo dia Cina? Dia toh WNI juga! Ikut bayar pajak juga!

Cerita ini gue tulis, bukan bentuk ketidaksukaan gue atas teman2 pribumi ya. Jangan salah. Teman2 baik gue, sahabat gue, banyak yang pribumi. Gue juga punya sodara yang pribumi loh, gue juga punya sodara yang muslim taat. No offense, tidak ada rasa benci sama mereka, karna mereka pun memperlakukan gue sebagai teman, sahabat dan sodara, bukan sebagai “teman Cina”, “sahabat Cina” atau “sodara Cina”.
Mungkin ini cuma ungkapan kekecewaan gue aja karna merasa dibedakan. Kesannya cuma numpang tinggal aja di Indonesia.

Padahal… gue suka banget sama budaya Indonesia.
Coba kamu yang mengaku orang Indonesia asli… tau ga tipe2 batik itu apa aja, history nya gimana? Tau ga cerita Barata Yudha? Bisa main alat music asli Indonesia ga?
Gue keturunan Cina, tapi gue hafal tipe2 batik, tau semua gimana sejarahnya nya. Gue suka banget baca buku cerita wayang, mulai dari Chandra Kirana, Inu Kertapati, sampe Rama Shinta. Gue suka banget sama angklung, kulintang, suling.. sama seperti gue nge-fans ama piano.

Gue emang Cina, tapi gue cinta Indonesia. Cinta budaya Indonesia, cinta makanan Indonesia (well gue suka hampir semua jenis makanan sih, jadi this one is an exception:p), jatuh cinta sama pulau2 Indonesia (walopun dah beberapa kali keluar negri, my fave place is Bali).
Gue yang orang Cina ini, selalu serius loh menyanyikan lagu Indonesia Raya ketika upacara. Gue yang sipit ini, bahkan pernah nyanyi lagu Tanah Airku di depan Gubernur (waktu itu, bangga nya selangit, hihihi)

#merdeka itu adalah klo di setiap form hanya ada 2 pilihan : WNI atau WNA. Bukannya 3 pilihan : WNI, WNI keturunan, dan WNA.

Daripada buang2 waktu ngebedain pri dan non pri, mending mikirin sudah berbuat apa untuk Negara ini. Negara ini sangat butuh dukungan dari seluruh warga nya, tanpa peduli berasal dari suku apa.
Sudah berbuat apa untuk Negara mu?
Aku yang katanya orang Cina ini, belum berbuat apa2. Tapi aku cinta Negara ini, cinta Negara ku.

Iya aku memang Cina, tapi aku cinta Indonesia ku. Semoga kamu juga… secinta aku.

#SOCI@L MEDI@


“Twitter lo apa?”
“Tuh anak ga punya twitter? Ga gaul.”
“Facebook dah ga jaman yah…”
“Jadi major brapa kali di foursquare?”
“User name lo di Google+ apa?”

Dunia social media atau socmed world lagi booming ceritanya. Menjamurnya BB dan high tech tools lain, bikin kita dalam setiap kesempatan, bisa update status kapan pun juga. Bener2 memanjakan orang2 narsis, hehe… segala nya di-update. Dari mulai berita2 ga penting, sampe update lokasi yang kadang bisa kebablasan dan mengakibatkan kriminalitas meningkat.
Sebenernya apa siy untungnya social media itu?

Menurut gue pribadi, socmed punya beberapa keuntungan : menjual (lo bisa direct selling disitu), mencari informasi, promosi, menyampaikan pesan, dll. Selain mudah, juga murah banget, dibandingkan sarana lain.
Gue seneng banget bisa interaksi sama penulis2 favorit gue : clara Ng, zara settira (malah sampe add pin segala loh!), icha rachmawati, elberthiene endah, bahkan djaenar maessa ayu!
Mereka membalas twit gue, bahkan me-RT! (jadi GR niy… *blushing*).

BUT… this world become strange each day….
Ada yang memaki2 dengan tidak bijaksana nya di twitter. Ada yang tidak etis ngomong di twitter. Ada yang “curcol” juga. Kesannya siy curcol, tapi klo dibaca beneran, kayanya itu adalah sesuatu yang dia ingin orang lain baca (catat : DIA INGIN ORANG LAIN BACA). Entah itu bener apa ga, yang pasti dia pengen orang2 baca itu. Entah itu atasannya, pacarnya, atau siapapun juga.
Ada yang curcol soal berantem ama suami nya… sampe masalahnya pun ditulis disitu… are you crazy? Pernah ga lo berpikir, suami lo itu juga orang yang punya perasaan?
Dan pernah ga lo sadar, kalo socmed itu bukan untuk curhat berlebihan kaya gitu????
Ada yang lupa posisi nya di kantor, sehingga bisa nulis seenak jidat nya, padahal follower nya banyak?
Gue juga suka curcol di twitter, suka nulis ga penting, suka nyampah. Tapi setidaknya, curcol-an gue itu ga menyakiti siapapun, ga membahayakan siapapun, karna gue emang ga berniat untuk itu. Yah klopun ada, biar Tuhan dan gue yang tau, hihihi.. niat jahat kok disebar2, aneh ya:D

Gue akan menulis apapun yang mau gue tulis. Dan gue ga akan nulis yang ga mau gue tulis. Tidak ada pihak yang bisa memaksa gue menulis apa yang TIDAK MAU gue tulis. Gue orang bebas, tidak ada perjanjian apapun dengan pihak manapun.
Klopun gue nulis sesuatu tentang perusahaan gue, that’s bcoz I tell you the truth. Apa yang gue rasakan, gue tulis disana. Klopun gue tulis sesuatu tentang produk yang dijual di perusahaan gue, atau produk lain, itu karna gue emang suka.  

Balik ke masalah pencitraan.. Kasian ya, orang2 yang diharuskan menulis hanya karena posisi/pekerjaan mereka mengharuskan untuk itu. Kasian ya, orang yang pura2 baik dan cute di socmed, tapi pada kenyataannya ga begitu. Kasian mereka klo harus punya 2 kepribadian, hanya karena yang ditulis beda sama kenyataan.

Ah lo ga konsisten Yan.. katanya orang suruh etis nge-twit, tapi kok ga boleh pencitraan juga?
No, its not like that!
Klo lo menulis yang bukan diri lo, dan itu something bad, artinya diri lo yang harus dibenerin! Bukan cara nulis lo, atau apa yang lo tulis!
Klo lo nulis sesuatu yang nice, positive tapi Cuma topeng aja, sampe kapan lo mo bertopeng? Capek ga sih? Inget urusan yang lain masih banyak daripada sekedar masking loh.
Klo lo nulis sesuatu yang “lo banget” tapi negative, yah setidaknya lo jujur sama diri lo sendiri. Tapiii.. apa yang negative itu mo dipertahanin terus, daripada merubah diri jadi yang positive?

Gue ga peduli apakah socmed itu jadi booming apa ga...
Apakah twitter dan blogging itu jadi trend apa ga, gue udah menulis dari sejak gue kecil. Punya blog dah dari 2005. Ga peduli ada yang baca atau ga, I just want to write, and I need something to record.

Tanpa bermaksud menggurui, menurut gue, sebagian besar orang2 di socmed itu “pencitraan” banget, yang kadang bikin mules baca nyaJ (siapa suruh baca! Hehehe)
Membanggakan, boleh.
Menulis sesuatu yang positive, itu lebih boleh lagi. Apalagi yang inspiring, boleh bangeetttt.
Tapi somehow berlebih, itu yang bikin pusing. Apa lo bener2 ngerasain itu, melakukan itu, atau hanya demi pencitraan lo?

Ah… gue juga bukan siapa2. Bukan socmed expertise, cuma orang awam yang berusaha jujur. Jadi klo elo merasa gue berlebihan, atau suka negative thinking, sori ya. Apa yang kita simpulkan dari sesuatu, kan tergantung perasaan kita juga. Mungkin pas baca itu, perasaan gue lagi gimana, so it directs me to some bad perception. Mudah2an gue salah ya. Semoga apa yang lo twit atau tulis di FB itu, bener2 diri lo sendiri, bener2 cermin lo.  Bukan hanya #pencitraan semata.
Dan buat lo yang suka nulis negative, I adore your honesty. Tapi..ksian juga ya, klo hidup lo penuh dengan yang negatif2 mulu. Yuk coba mulai merasakan berkat yang bertambah setiap harinya. Pelangi Tuhan kadang tersembunyi di balik kelam nya awan, tapi yakinlah, dia ada.

Ngikutin trend boleh2 aja, tapi ga dosa juga klo enggak. Ikut perkembangan jaman juga boleh, tapi ga banget klo sampe kehilangan jati diri lo.
Ikuti arus nya, tapi jangan sampe tenggelam. Ikuti baurnya, tapi jangan memaksa dirimu menjadi orang lain, even orang yang tak kau kenal. Percaya deh, bakal tersiksa J
Jangan salah ya… bukannya gue ga dukung socmed world ini. Menurut gue, ini salah satu alternative efektif untuk “menjual”, mencari/member informasi, me-marketing-kan diri, menjadi dekat dengan idola. Tapi.. sekali lagi, GA BANGET klo di situ kita harus jadi orang lain.

Love yourself, and believe in it!