Friday, December 20, 2013

Are You Smart Or What?


Apa sih yang terlintas di benak kalian, kalau mendengar kata ‘smart’?
Berikut definisi kata smart dari Mbah Google: having or showing a quick-witted intelligence, dengan sinonim clever, bright, intelligent, sharp-witted, quick-witted, shrewd.

Sementara menurut Kang Wiki, smart memiliki sinonim mnemonic (jadi ingat film Johnny Mnemonic-nya Keanu Reeves. Di film ini, Johnny yang diperankan Mas Nunu, punya system storage di otaknya akibat pembedahan cybernetic.)

Info lainnya, menurut Mas Oxford, smart diidentikan dengan sharp quick thought, bright, intelligent. Smart juga bisa diartikan dengan kapabilitas membuat penilaian atau keputusan.

Apa sih sebenarnya smart itu?

Apakah kalau anak juara kelas, otomatis berarti dia smart, walaupun dia dimusuhi sebagian temannya?
Atau apakah kalau nilainya bagus dan selalu masuk lima besar, tapi super pendiam dan kurang pergaulan, itu namanya smart?

Lantas smart itu bisa diukur dengan apa? Karir yang terus meningkat? Teman-teman yang segudang banyaknya? Jumlah materi yang dimiliki? Atau karya yang terus dihasilkan?

I asked my hubby, whether I’m smart or not.
He said.. “yes you are, in your own way.”

Terus terang, selama ini saya tidak pernah merasa pintar. While smart itu beyond clever. Jadi kalau saya tidak pintar, masa saya smart?

Suami saya melanjutkan, “You have good family, good career, thousand friends… If you’re not smart, you’re so lucky anyway…”

Hmmmm… kenapa harus ada kalimat terakhir itu sih? Hehehe…

Menurut saya, smart itu adalah menjawab kebutuhan. Dia akan bersikap A di situasi A, bersikap B di situasi B. Dia akan berespon atau bereaksi sesuai dengan kondisi dan situasi. Dia bisa menjawab kebutuhan.

Kalau kita menghubungkannya dengan tipe karakter manusia, dimana ada empat karakter (kholeris, melankolis, sanguine dan phlegmatic), kita bisa mendapatkan contoh yang tepat.  
Sebagai contoh: 
Sebuah kelompok yang terdiri dari empat orang, mendapat tugas untuk mengerjakan sebuah puzzle. Orang kholeris akan dengan cepat menitahkan siapa harus mengerjakan apa. Orang melankolis akan menjadi berusaha menjaga kelompok untuk tetap pada jalurnya dan menjadin time keeper yang baik. Orang sanguine dengan keceriaannya akan memberi semangat pada tim-nya. Sementara orang phlegmatic adalah supporter yang akan memberikan effort terbaiknya demi mendukung kelompoknya.
Kalau dilihat-lihat, sebenarnya setiap elemen diperlukan untuk membuat kelompok menjadi lengkap.
Lantas, di mana peran si ‘smart’ ini?

Seperti penjabaran di atas, kriteria smart adalah mampu memotret kondisi dan berespon tepat sesuai dengan situasi. Pernahkah terpikir, kalau di kelompok itu semuanya orang dominan, yang tidak mau mengalah? Coba bayangkan, kalau tidak ada orang sanguine di kelompok? Group itu akan jadi group yang terlalu serius, no longer fun. Sebaliknya, kalau di kelompok isinya orang-orang sanguine atau phlegmatic semua, tidak ada yang berani mengambil keputusan.

Nah di sini lah si smart (=si penjawab kebutuhan) muncul.
Ketika kelompokmu membutuhkan seseorang untuk mengambil keputusan, be the decision maker.
Ketika kelompokmu membutuhkan pendukung, be the greater supporter.
Kelompokmu beranggotakan orang-orang task oriented? Be the cheerful one!
Sebaliknya, kalau semua anggota kelompok tipikal people person, membutuhkan deadliners yang patuh, jadilah si rules maker.
Dan sebenarnya, setiap orang memiliki keempat karakter itu, hanya kadarnya saja yang berbeda-beda. Jadi bisa ditinggikan dan direndahkan sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan saat itu.

No no no, ini bukan kepribadian bunglon alias tidak punya kepribadian. Tapi lebih mengacu kepada bagaimana menyesuaikan diri dengan situasi yang selalu berubah.
Seperti kita tau, satu-satunya yang tidak berubah adalah perubahan itu sendiri. Perubahan akan selalu ada. Kapapun. Dimanapun.
Dengan dasar kepribadian yang sama, tapi kadarnya saja yang berubah di situasi yang berbeda.

Let’s say
Ada seorang Engineer yang sangat expert di bidangnya. Seperti kita tahu, ada dua pilihan jalur karir berbeda, yaitu Generalist dan Specialist.
Generalist mungkin membutuhkan skill engineer di tingkat 7 atau 8, tapi dibarengi dengan kemampuan leadership dan manage people. Sementara kalau di specialist, mostly yang dibutuhkan adalah kemampuan engineering itu sendiri, di tingkat 9 atau bahkan 10.
Kalau ada posisi menjadi Head of Engineer, yang lebih mungkin diangkat adalah si Generalist, karena ada proses handling people di sana. Mungkin engineering skill nya tidak setinggi si Specialist, tapi selama dia mengetahui tehnik dasarnya dan bisa menangani orang-orang di bawahnya, departemen itu akan bekerja efektif dan efisien.

Orang smart punya dua pilihan.
Jika memilih menjadi Generalist, harus do extra effort untuk mendalami ilmu yang selama ini belum dipahaminya. Seperti kita tau, memahami manusia itu lebih susah daripada mesin, karena kompleksnya super.
Sementara kalau memilih menjadi Specialist, be the best Specialist atau tidak sama sekali, karena berarti tidak ada lagi ilmu yang ia pahami selain basic ilmu yang sudah dimilikinya saat ini.
Keduanya tidak salah, tergantung seberapa passionate kita di kedua bidang itu. Dan tergantung kebutuhan perusahaan saat itu.

Orang yang tidak smart, tidak bisa menangkap peluang, pada akhirnya tidak akan menjadi apa-apa. Mungkin hanya akan jadi anggota kelompok selamanya, tanpa pernah m enjadi ketua atau yang terbaik.  

Orang smart selalu merasa punya pilihan, dan bisa memilih hal yang tepat, sesuai dengan situasi dan kondisi, tanpa harus meninggalkan ciri khasnya.

Kalau diandaikan dengan gadget, smart gadget adalah alat yang bisa berfungsi untuk komunikasi, menyimpan data, kemampuan processing yang cepat, storage yang cukup, bundling dengan operator selular yang tepat. Karena ia tau yang dibutuhkan target marketnya. 

So.. are you smart or what? J




No comments: