Apa sih yang terlintas di benak kalian, kalau
mendengar kata ‘smart’?
Berikut definisi kata smart dari Mbah Google: having or showing a quick-witted
intelligence, dengan sinonim clever,
bright, intelligent, sharp-witted, quick-witted, shrewd.
Sementara menurut Kang Wiki, smart memiliki
sinonim mnemonic (jadi ingat film Johnny
Mnemonic-nya Keanu Reeves. Di film ini, Johnny yang diperankan Mas Nunu, punya
system storage di otaknya akibat pembedahan cybernetic.)
Info lainnya, menurut Mas Oxford, smart diidentikan
dengan sharp quick thought, bright,
intelligent. Smart juga bisa diartikan dengan kapabilitas membuat penilaian
atau keputusan.
Apa sih sebenarnya smart itu?
Apakah kalau anak juara kelas, otomatis berarti
dia smart, walaupun dia dimusuhi sebagian temannya?
Atau apakah kalau nilainya bagus dan selalu masuk
lima besar, tapi super pendiam dan kurang pergaulan, itu namanya smart?
Lantas smart itu bisa diukur dengan apa? Karir
yang terus meningkat? Teman-teman yang segudang banyaknya? Jumlah materi yang
dimiliki? Atau karya yang terus dihasilkan?
I asked my
hubby, whether I’m smart or not.
He said.. “yes
you are, in your own way.”
Terus terang, selama ini saya tidak pernah merasa
pintar. While smart itu beyond clever.
Jadi kalau saya tidak pintar, masa saya smart?
Suami saya melanjutkan, “You have good family, good career, thousand friends… If you’re not
smart, you’re so lucky anyway…”
Hmmmm… kenapa harus ada kalimat terakhir itu sih?
Hehehe…
Menurut saya, smart itu adalah menjawab kebutuhan.
Dia akan bersikap A di situasi A, bersikap B di situasi B. Dia akan berespon
atau bereaksi sesuai dengan kondisi dan situasi. Dia bisa menjawab kebutuhan.
Kalau kita menghubungkannya dengan tipe karakter
manusia, dimana ada empat karakter (kholeris, melankolis, sanguine dan phlegmatic),
kita bisa mendapatkan contoh yang tepat.
Sebagai contoh:
Sebuah kelompok yang terdiri dari
empat orang, mendapat tugas untuk mengerjakan sebuah puzzle. Orang kholeris
akan dengan cepat menitahkan siapa harus mengerjakan apa. Orang melankolis akan
menjadi berusaha menjaga kelompok untuk tetap pada jalurnya dan menjadin time keeper yang baik. Orang sanguine dengan
keceriaannya akan memberi semangat pada tim-nya. Sementara orang phlegmatic
adalah supporter yang akan memberikan
effort terbaiknya demi mendukung
kelompoknya.
Kalau dilihat-lihat, sebenarnya setiap elemen
diperlukan untuk membuat kelompok menjadi lengkap.
Lantas, di mana peran si ‘smart’ ini?
Seperti penjabaran di atas, kriteria smart adalah
mampu memotret kondisi dan berespon tepat sesuai dengan situasi. Pernahkah
terpikir, kalau di kelompok itu semuanya orang dominan, yang tidak mau
mengalah? Coba bayangkan, kalau tidak ada orang sanguine di kelompok? Group itu
akan jadi group yang terlalu serius, no
longer fun. Sebaliknya, kalau di kelompok isinya orang-orang sanguine atau
phlegmatic semua, tidak ada yang berani mengambil keputusan.
Nah di sini lah si smart (=si penjawab kebutuhan)
muncul.
Ketika kelompokmu membutuhkan seseorang untuk
mengambil keputusan, be the decision
maker.
Ketika kelompokmu membutuhkan pendukung, be the greater supporter.
Kelompokmu beranggotakan orang-orang task oriented? Be the cheerful one!
Sebaliknya, kalau semua anggota kelompok tipikal people person, membutuhkan deadliners yang patuh, jadilah si rules maker.
Dan sebenarnya, setiap orang memiliki keempat
karakter itu, hanya kadarnya saja yang berbeda-beda. Jadi bisa ditinggikan dan
direndahkan sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan saat itu.
No no no, ini bukan kepribadian bunglon alias
tidak punya kepribadian. Tapi lebih mengacu kepada bagaimana menyesuaikan diri
dengan situasi yang selalu berubah.
Seperti kita tau, satu-satunya yang tidak berubah
adalah perubahan itu sendiri. Perubahan akan selalu ada. Kapapun. Dimanapun.
Dengan dasar kepribadian yang sama, tapi kadarnya
saja yang berubah di situasi yang berbeda.
Let’s say…
Ada seorang Engineer yang sangat expert di bidangnya. Seperti kita tahu,
ada dua pilihan jalur karir berbeda, yaitu Generalist dan Specialist.
Generalist mungkin membutuhkan skill engineer di tingkat 7 atau 8, tapi dibarengi dengan kemampuan leadership dan manage people. Sementara kalau di specialist, mostly yang dibutuhkan adalah kemampuan engineering itu sendiri, di tingkat 9 atau bahkan 10.
Generalist mungkin membutuhkan skill engineer di tingkat 7 atau 8, tapi dibarengi dengan kemampuan leadership dan manage people. Sementara kalau di specialist, mostly yang dibutuhkan adalah kemampuan engineering itu sendiri, di tingkat 9 atau bahkan 10.
Kalau ada posisi menjadi Head of Engineer, yang
lebih mungkin diangkat adalah si Generalist, karena ada proses handling people di sana. Mungkin engineering skill nya tidak setinggi si
Specialist, tapi selama dia mengetahui tehnik dasarnya dan bisa menangani
orang-orang di bawahnya, departemen itu akan bekerja efektif dan efisien.
Orang smart punya dua pilihan.
Jika memilih menjadi Generalist, harus do extra effort untuk mendalami ilmu
yang selama ini belum dipahaminya. Seperti kita tau, memahami manusia itu lebih
susah daripada mesin, karena kompleksnya super.
Sementara kalau memilih menjadi Specialist, be the
best Specialist atau tidak sama sekali, karena berarti tidak ada lagi ilmu yang
ia pahami selain basic ilmu yang sudah dimilikinya saat ini.
Keduanya tidak salah, tergantung seberapa passionate kita di kedua bidang itu. Dan
tergantung kebutuhan perusahaan saat itu.
Orang yang tidak smart, tidak bisa menangkap
peluang, pada akhirnya tidak akan menjadi apa-apa. Mungkin hanya akan jadi
anggota kelompok selamanya, tanpa pernah m enjadi ketua atau yang terbaik.
Orang smart selalu merasa punya pilihan, dan bisa memilih hal yang tepat, sesuai dengan situasi dan kondisi, tanpa harus meninggalkan ciri khasnya.
Kalau diandaikan dengan gadget, smart gadget adalah alat yang bisa berfungsi untuk komunikasi, menyimpan data, kemampuan processing yang cepat, storage yang cukup, bundling dengan operator selular yang tepat. Karena ia tau yang dibutuhkan target marketnya.
So.. are you smart or what? J
No comments:
Post a Comment