”Boss lo kan baru resign. Lo harus berbenah diri Yan, biar bisa gantiin dia.”
“I heard your boss just resigned… so are you replacing him?”
“Mbak Dian, aku dengar atasan mu resign. Jadi Mbak naik pangkat ya?”
”Kamu harus lebih pintar baca situasi....” (lagi2 itu, huh!!)
Boss gue (the one that I called ”my best friend”), baru aja resign dari kantor. He moved for some purposes. He’s trying to reach his dream. Leaving his comfort zone (is it comfort? Huehehe..), and run to the better future.
Banyak banget orang yang nanya sama gue, apakah gue berminat menggantikan dia?
Well, selain menyadari kemampuan otak gue sendiri, huehehehe:p untuk beberapa orang yang mengenal gue, rasanya itu bukan pilihan bijak.
Boleh bilang gue tidak berambisi, boleh bilang gue bodoh, boleh bilang gue ga ada semangat untuk berkarir... gue memang bukan wanita karir kok:)
Gue cuma ibu muda (muda? Ga salah? Teteuupp merasa muda maksudnya:p), yang mencoba meng-aktualisasi-kan diri gue, mencoba menerjemahkan isi otak dan pikiran gue, lewat sebuah karya yang namanya pekerjaan.
Gue tidak berminat menjadi direktur, ga berminat menjadi pemilik perusahaan (hmmm, dulu gue pernah mengkhayal jadi istri pemilik perusahaan siy, huehehehehee… my hubby, noted yahhh! Someday you will, babe..).
Dibilang ga ada ambisi, ga juga… gue berambisi kok mengerjakan pekerjaan gue sebaik mungkin. Gue cukup seneng dengan posisi gue saat ini. Gue seneng dengan apa yang gue dapet sekarang ini (sumpeh lo, Yan? Ga mo naek gaji? Namanya juga manusia, huehehe..)
Tapi klo sampe naik2 lagi dan menjadi semakin pusing, beban hidup bertambah (walopun isi dompet juga bertambah), dan harus menghalalkan segala cara untuk “naik”, gue memilih tidak.
Kerja dengan hati, itu satu2nya cara supaya gue masih bisa menjaga keseimbangan hidup gue. Kerja sebaik mungkin, pake otak & pake hati juga.
Bukan dengan speak2 aja tapi ga pernah nepatin janji.
Bukan dengan menjilat orang lain untuk naik.
Bukan dengan “yes, boss” hanya untuk nyenengin atasan.
Bukan dengan mancaplok setiap kesempatan yang datang, klo itu merugikan orang lain.
Bukan dengan menjadi munafik, bilang “iya” padahal “tidak”, atau sebaliknya.
Bukan menjalankan sesuatu yang tidak LAGI sesuai dengan hati gue.
Idealis? Iya. Ternyata.